Ritualan Di Malam Nishfu Sya`banAssalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,praktek ibadah ritual yang dilakukan oleh sebagian saudara kita di malam ke-15bulan Sya'ban (nisfu sya'ban), tidak didukung dengan hadits yang mencapai derajat shahih kepada Rasulullah SAW. Namun bukan berarti apa yang dikerjakan ituotomatis menjadi haram atau kemungkaran yang harus diperangi. Sebab ternyata kita menemukan dalil-dalil yang meski tidak sampai derajat shahih, tetapi juga tidak sampai dhaif apalagi palsu. Hadits-hadits itu mencapai derajat hasan. Setidaknya, kesimpulan kita adalah bahwa derajat kekuatan tiap hadits itu memang jadi perbedaan pandangan kalangan ahli hadits. Walhasil, perkara ini memang menjadi wilayah khilaf di kalangan ulama. Sebagian mentsabatkan hal itu namun sebagian tidak. Dan selama suatu masalah masih menjadi khilaf ulama, setidaknya kita tidak perlu langsung menghujat apa yang dilakukan oleh saudara kita bila ternyata tidak sama dengan apa yang kita yakini. Dalil Tentang Keutamaan Bulan Sya'ban dan Khususnya Nisfu Sya'banDalil-dalil yang diperselisihkan oleh para ulama tentang level keshahihannya itu antara lain adalah hadits-hadits berikut ini:Sesungguhnya Allah 'Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya'ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad) Namun Al-Imam At-Tirmizy menyatakan bahwa riwayat ini didhaifkan oleh Al-Bukhari. Selain hadits di atas, juga ada hadits lainnya yang meski tidak sampai derajat shahih, namun oleh para ulama diterima juga. Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, "Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira'), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?" Aku menjawab, "Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali." Rasulullah SAW bersabda, "Tahukah kamu malam apa ini?" Aku menjawab, "Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Ini adalah malam nisfu sya'ban (pertengahan bulan sya'ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya'ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka." (HR Al-Baihaqi) Al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini lewat jalur Al-'Alaa' bin Al-Harits dan menyatakan bahwa hadits ini mursal jayyid. Hal itu karena Al-'Alaa' tidak mendengar langsung dari Aisyah ra. Ditambah lagi dengan satu hadits yang menyebutkan bahwa pada bulan Sya'ban amal-amal manusia dilaporkan ke langit. Namun hadits ini tidak secara spesifik menyebutkan bahwa hal itu terjadi pada malam nisfu sya'ban. Dari Usamah bin Zaid ra bahwa beliau bertanya kepada nabi SAW, "Saya tidak melihat Andaberpuasa (sunnah) lebih banyak dari bulan Sya'ban." Beliau menjawab, "Bulan sya'ban adalah bulan yang sering dilupakan orang dan terdapat di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada rabbul-alamin. Aku senang bila amalku diangkat sedangkan aku dalam keadaan berpuasa." (HR An-Nasai) Dari tiga hadits di atas, kita bisa menerima sebuah gambaran para para ahli hadits memang berbeda pendapat. Dan apakah kita bisa menerima sebuah riwayat yang dhaif, juga menjadi ajang perbedaan pendapat lagi. Sebab sebagian ulama membolehkan kita menggunakan hadits dhaif (asal tidak parah), khususnya untuk masalah fadhailul a'mal, bukan masalah aqidah asasiyah dan hukum halam dan haram. Anggaplah kita meminjam pendapat yang menerima hadits-hadits di atas, maka kita akan mendapati bahwa memang ada kekhususan di bulan sya'ban khususnya malam nisfu sya'ban. Di antaranya adalah Allah SWT mengampuni dosa-dosa yang minta ampun. Dan bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat di malam itu dan memperlama shalatnya. Dan bahwa bulan Sya'ban adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia. Namun semua dalil di atas belum sampai kepada bagaimana bentuk teknis untuk mengisi malam nisfu sya'ban itu. Ritual Khusus Malam Nisfu Sya'banYang menjadi pertanyaan, adakah anjuran untuk berkumpul di masjid-masjid membaca doa-doa khusus di malam itu? Dan sudahkah hal itu dilakukan di zaman nabi SAW? Ataukah ada ulama di masa lalu yang melakukannya di masjid-masjid sebagaimana yang sering kita saksikan sekarang ini?Anjuran untuk berkumpul di malam nisfu sya'ban memang ada, namun dari segi dalilnya, apakah terkoneksi hingga Rasulullah SAW, para ulama umumnya menilai bahwa dalil-dalil itudhaif. Di antaranya hadits berikut ini: Dari Ali bin Abi Thalib secara marfu' bahwa Rasululah SAW bersabda, "Bila datang malam nisfu sya'ban, maka bangunlah pada malamnya dan berpuasa lah siangnya. Sesungguhnya Allah SWT turunpada malam itu sejak terbenamnya matahari kelangit dunia dan berkata, "Adakah orang yang minta ampun, Aku akan mengampuninya. Adakah yang minta rizki, Aku akan memberinya riki.Adakah orang sakit, maka Aku akan menyembuhkannya, hingga terbit fajar. (HR Ibnu Majah dengan sanad yang dhaif) Sedangkan pemandangan yang seperti yang kita lihat sekarang ini di mana manusia berkumpul untuk berdzikir dan berdoa khusus di malam nisfu sya'ban di masjid-masjid, belum kita temui di zaman Rasulullah SAW maupun di zaman shahabat. Kita baru menemukannya di zaman tabi'in, satu lapis generasi setelah generasi para shahabat. Al-Qasthalani dalam kitabnya, Al-Mawahib Alladunniyah jilid 2 halaman 59, menuliskan bahwa para tabiin di negeri Syam seperti Khalid bin Mi'dan dan Makhul telah ber-juhud (mengkhususkan beribadah) pada malam nisfu sya'ban. Maka dari mereka berdua orang-orang mengambil panutan. Namun disebutkan terdapat kisah-kisah Israiliyat dari mereka. Sehingga hal itu diingkari oleh para ulama lainnya, terutama ulama dari hijaz, seperti Atho' bin Abi Mulkiyah, termasuk para ulama Malikiyah yang mengatakan bahwa hal itu bid'ah. Al-Qasthalany kemudian meneruskan di dalam kitabnya bahwa para ulama Syam berbeda pendapat dalam bentuk teknis ibadah di malam nisfu sya'ban. 1. Bentuk PertamaDilakukan di malam hari di masjid secara berjamaah. Ini adalah pandangan Khalid bin Mi'dan, Luqman bin 'Amir. Dianjurkan pada malam itu untuk mengenakan pakaian yang paling baik, memakai harum-haruman, memakai celak mata (kuhl), serta menghabiskan malam itu untuk beribadah di masjid.Praktek sepertiini disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih dan beliau berkomentar tentang hal ini, "Amal seperti ini bukan bid'ah." Dan pendapat beliau ini dinukil oleh Harb Al-Karamani dalam kitabnya. 2. Bentuk keduaPendapat ini didukung oleh Al-Auza'i dan para ulama Syam umumnya. Bentuknya bagi mereka cukup dikerjakan saja sendiri-sendiri di rumah atau di mana pun. Namun tidak perlu dengan pengerahan masa di masjid baik dengan doa, dzikir maupun istighfar. Mereka memandang hal itu sebagai sesuatu yang tidak dianjurkan.Jadi di pihak yang mendukung adanya ritual ibadah khusus di malam nisfu sya'ban itu pun berkembang dua pendapat lagi. Al-Imam An-NawawiAl-Imam An-Nawawi rahimahullah, seorang ahli fiqih kondang bermazhab Syafi'i yang punya banyak karya besar dan kitabnya dibaca oleh seluruh pesantren di dunia Islam (di antaranya kitab Riyadhusshalihin, arba'in an-nawawiyah, al-majmu'), punya pendapat menarik tentang ritual khusus di malam nisfu sya'ban.Beliau berkata bahwa shalat satu bentuk ritual yang bid'ah di malam itu adalah shalat 100 rakaat, hukumnya adalah bid'ah. Sama dengan shalat raghaib 12 rakaat yang banyak dilakukan di bulan Rajab, juga shalat bid'ah. Keduanya tidak ada dalilnya dari Rasulullah SAW. Beliau mengingatkan untuk tidak terkecoh dengan dalil-dalil dan anjuran baik yang ada di dalam kitabIhya' Ulumiddin karya Al-Ghazali, atau kitab Quut Al-Qulub karya Abu Talib Al-Makki. Ustadz 'Athiyah ShaqrBeliau adalah kepala Lajnah Fatwa di Al-Azhar Mesir di masa lalu. Dalam pendapatnya beliau mengatakan bahwa tidak mengapa bila kita melakukan shalat sunnah di malam nisfu sya'ban antara Maghri dan Isya' demi untuk bertaqarrub kepada Allah. Karena hal itu termasuk kebaikan. Demikian juga dengan ibadah sunnah lainnya sepanjang malam itu, dengan berdoa, meminta ampun kepada Alla. Semua itu memang dianjurkan.Namun lafadz doa panjang umur dan sejenisnya, semua itu tidak ada sumbernya dari Rasulullah SAW. Dr. Yusuf al-QaradawiUlama yang sering dijadikan rujukan oleh para aktifis dakwah berpendapat tentang ritual di malam nasfu sya'ban bahwa tidak pernah diriwayatkan dari Nabi SAW dan para sahabat bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya'ban, membaca doa tertentu dan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam.Juga tidak ada riwayat untuk membaca surah Yasin, shalat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca do`a yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabah, tabi`in dan tabi’ tabi`in). KesimpulanDan memang masalah ini adalah mahallun-khilaf' sepajang zaman. Tidak akan ada penyelesaiannya, karena masing-masing pihak berangkat dengan ijtihad dan dalil masing-masing, di mana kita pun berhusnudzdzhan bahwa mereka punya niat yang baik serta mereka memiliki kapasitas dan otoritas dalam berijtihad.Lepas dari keyakinan kita masing-masing yang merupakan hak kita untuk mengikutinya, namun hak kita dibatasi oleh adanya hak saudara kita dalam kebebasan berekspresi dalam ijtihad mereka, selama masih dalam koridor manhaj yang benar. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, |
Senin, 23 Juni 2014
Hukum Membaca Surat Yasin Di Malam Nishfu Sya`ban
MENINGGALNYA ULAMA TANDA KIAMAT
TANDA-TANDA KIAMAT
Islam, Al-Quran dan orang-orang sholeh adalah rangkaian yang
tidak bisa dipisahkan. Ketiganya akan hilang sebagai tanda semakin
mendekatnya hari kiamat. Kehidupan manusia pun kelak benar-benar bebas.
Ketika penulis masih berusia 14 tahun, para orang tua yang tinggal di
kampung kerap berujar sewaktu ada orang sholeh yang meninggal dunia.
Katagori orang sholeh dalam pandangan mereka adalah ulama besar yang
ahli dalam segala bidang ilmu agama dan memiliki pengaruh kuat dalam
kehidupan masyarakat. Tanda-tanda akhir zaman sudah mulai bermunculan
satu per satu, begitu kata mereka. Bila disimak sepintas, ada benarnya
ucapan mereka.
Rasulullah SAW menyatakan, salah satu tanda-tanda kiamat ialah Allah
SWT mengangkat ke langit segala ilmu dengan matinya ulama yang sholeh.
Sosok ulama bukanlah semata-mata ahli ilmu. Di samping menguasai
ilmu-ilmu yang membawa manusia ke arah takwa, mereka juga konsisten (istiqomah) mengamalkan ilmunya. Sehingga terbina generasi yang mampu bersikap takwa pada masa mendatang.
Dalam keterangan lain yang ditulis Ibnu Katsir lewat kitab An-Nihayah,
Rasulullah menjelaskan kepada umatnya bagaimana orang-orang sholeh bisa
hilang di akhir zaman. Imam Bukhari meriwayatkannya dengan sanad dari
Mardas Al-Islami bahwa Rasulullah bersabda; “Orang-orang sholeh akan
hilang satu per satu, sehingga tinggallah orang-orang sampah seperti
gandum dan kurma serta Allah SWT sama sekali tidak mempedulikan
keberadaan mereka.” Maksudnya yang tersisa hanyalah manusia yang tidak berguna.
Tuan Guru Nik Abdul Aziz Nik Mat dalam buku Tazkirah; Melihat Kiamat dari Jendela Al-Quran
mengemukakan, apabila ulama yang bertakwa wafat, berarti terangkat ilmu
disebabkan Allah SWT tidak mendatangkan penggantinya. Demikian pula
dengan terangkatnya ayat-ayat Al-Quran ke langit. Allah SWT akan
mengangkat ayat serta surat Al-Quran bukan saja dengan hilangnya
ayat-ayat itu dari mushaf. Namun dengan segala ayat-ayat yang terekam di
dalam hati manusia juga akan hilang. Apabila mereka yang hafidz
(hafal) Al-Quran sudah lupa dengan segala surat-surat yang dihafalnya,
berarti Allah SWT telah mengangkat Al-Quran dari dada manusia.
Islam Menjadi Agama Asing
Seperti tercatat dalam sejarah, Islam hadir secara perlahan. Setelah
Islam tersebar ke berbagai penjuru, pada akhir zaman Islam kembali
redup. Pada saat yang bersamaan, kejahatan merajalela, Al-Quran hilang,
ilmu (agama) lenyap, dan Allah SWT mencabut nyawa orang-orang yang dalam
jiwanya masih ada iman. Pun orang yang setia pada sunah nabi akan surut
jumlahnya. Sementara orang yang melanggarnya secara terbuka bertambah
banyak, ada dimana-mana.
‘Abdullah Ibnu Mas’ud meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda; “Islam
muncul sebagai sesuatu yang dianggap asing dan ia akan kembali dianggap
asing seperti awal kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang
dianggap asing.” (HR. Muslim) Hadis tersebut menunjukkan sedikitnya
jumlah kaum muslimin dan orang yang menyambut serta menerima seruan
dakwah, sehingga mereka dianggap aneh oleh masyarakat lain.
Lebih lanjut dipaparkan, orang-orang terasing terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang membenahi diri ketika orang-orang telah menjadi rusak. Kedua,
orang yang memperbaiki sunah yang telah dirusak orang-orang. Menurut
penafsiran para ulama, kelompok kedualah yang lebih tinggi kedudukannya
dan lebih sholeh. Imam Al-Awza’i berkata, itu tidak berarti Islam
seketika punah, namun ahlussunnah akan kian menghilang hingga di sebuah negara tinggal seorang penganut saja.
Ahlussunnah atau lebih lengkapnya ahlussunnah wal jamaah
adalah semua orang Islam yang mengikuti jalan hidup sebagaimana
dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya serta mayoritas umat
Islam. Mereka mempelajari jalan itu, bertindak sesuai dengannya dan
mengajarkannya kepada orang lain. Mereka terdiri atas ulama, murid-murid
mereka dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka.
Dalam pernyataan kaum salaf, kita bisa mendapati banyak pujian
terhadap sunah dan penggambaran bahwa sunah akan menjadi sesuatu yang
dirasa aneh dan jumlah para penganutnya akan menyusut hingga tinggal
beberapa saja. Sebab itulah mengapa disebutkan, merekalah orang-orang
sholeh yang dikelilingi orang-orang yang kerap berbuat jahat. Pendeknya,
orang yang menampik mereka jauh lebih banyak daripada orang yang
menaati.
Jika pada masa lalu pendidikan Islam secara umum diarahkan untuk
mempelajari Al-Quran, hadis, syariat dan sebagainya, namun kelak hanya
ada sedikit pelajaran formal tentang agama Islam, selain minimnya guru
agama yang berkualitas. Implikasinya banyak hal yang tidak dipahami
secara utuh, sehingga ketidaktahuan generasi muda mengenai agama Islam
semakin merajalela. Di samping itu, mereka juga dididik dengan
nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad bahwa ‘Ubadah Ibn
Al-Shamit berkata kepada salah seorang sahabatnya; “Akan segera tiba
suatu masa yang sekiranya kamu masih hidup, kamu akan meyaksikan
seseorang yang membaca Al-Quran dengan bahasa Muhammad SAW,
mengulang-ulang bacaan, memerintahkan yang dihalalkan dan melarang yang
diharamkannya. Statusnya kemudian akan direndahkan dan kedudukannya akan
diabaikan oleh kalian. Ia akan dianggap seperti keledai yang sudah
mati.”
Memang benar, pada akhir zaman seseorang yang beriman akan
direndahkan karena sikapnya yang dipandang aneh oleh orang-orang yang
berperilaku buruk. Semua orang akan membenci dan memaki-makinya, karena
diangap berani menentang jalan hidup mereka. Orang yang teguh memegang
agama akan disebut sebagai pendusta dan orang-orang akan memandangnya
seolah-olah ia telah mengkhianati Islam. Orang bukan saja akan menolak
kebenaran dan menampik orang jujur, tetapi mereka akan menaruh
kepercayaan dan nasib umat Islam di tangan seorang pendusta.
Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda; “Sebelum
kiamat tiba, akan muncul tahun-tahun penuh penipuan. Ketika itu orang
yang jujur akan dicap pendusta, sedangkan seorang pendusta justu akan
dipercaya dan orang-orang bodoh akan angkat bicara.” (HR. Imam
Ahmad dan Ibnu Majah). Dalam bahasa sederhana, ketika ilmu agama
diangkat ke langit dan hilang untuk selamanya, manusia akan mengangkat
orang-orang bodoh sebagai pemimpin mereka yang akan menghadapi persoalan
dan menjawabnya tanpa dasar pengetahuan agama.
Tanda Hapusnya Islam
Bagaimana Islam dihapuskan? Adalah Ibnu Majah dan Al-Hakim yang
menyampaikan dari Hudzaifah bin Al-Yaman bahwa Rasulullah bersabda; “Islam dihapuskan seperti hilangnya warna baju sampai tidak diketahui apa itu
puasa, shalat, haji dan sedekat. Kitabullah dimusnahkan dalam satu
malam sampai tidak tersisa satu ayat pun dan yang tersisa adalah
kakek-kakek serta nenek-nenek yang mengatakan, ‘kami melihat orang tua
kami mengatakan la ilaaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah), maka
kami pun mengatakannya’.”
Al-Hakim dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah
mengemukakan, hadits di atas shahih, sesuai syarat Imam Muslim dan
disetujui oleh Adz-Dzahabi. Imam Al-Bushairi menambahkan, sanadnya
shahih dan perawinya terpercaya. Orang-orang yang tersisa ini tidak
mengetahui Islam kecuali kalimat tauhid yang sudah hilang. Bisa
dibayangkan, Al-Quran yang ketika diturunkan kepada Rasulullah melewati
masa lebih dari 22 tahun hilang dalam satu malam. Yang dimaksud hilang
berarti tidak ada lagi orang yang membaca dan mengetahui isi, apalagi
menghapalnya. Perlu disadari, hakekatnya semua peristiwa tersebut
tentunya atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Kitab Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir mencatat, di antara contoh
terhapusnya Islam saat itu terputusnya rukun Islam yang kelima.
Maksudnya tidak ada lagi orang yang melakukan ibadah haji dan umrah di
Tanah Suci. Dalam Musnad Abu Ya’la dan Mustadrak Al-Hakim diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Said bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Kiamat tidak akan terjadi sampai Kota Mekkah tidak didatangi orang lagi untuk berhaji.” Dari Anas diriwayatkan –seperti tercatat dalam kitab Misykat Al-Mashabih—, Rasulullah bersabda; “Tidak akan terjadi kiamat sampai di bumi Allah tidak disebut-sebut lagi nama ‘Allah’.” (HR. Muslim).
Berkurangnya keberadaan orang-orang sholeh di tengah kehidupan
masyarakat, bertambah sedikit jumlah orang yang mempelajari kitab
Al-Quran dan terus menurunnya penyebaran Islam menjadi pertanda akan
segera berakhirnya umur dunia. Keadaan selanjutnya digambarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Jami’ Al-Ushul dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda; “Allah
mengirimkan angin yang lebih lembut dari sutera dari arah Yaman. Angin
itu mencabut nyawa setiap orang yang dihatinya terdapat iman walau
sebesar atom.”
Sementara dalam kitab Shahih Muslim –Bab Fitnah, sub bab
Penyebutan Dajjal—yang disampaikan An-Nawwas bin Sam’an, saat mereka
dalam keadaan demikian, Allah SWT mengirimkan angin yang sejuk. Angin
itu melewati bagian bawah ketiak mereka, mencabut nyawa setiap mukmin
dan muslim. Sehingga tinggallah orang-orang jahat yang bersuka ria
seperti keledai. Pada merekalah kiamat terjadi.
Adapun yang dimaksud dengan bersuka ria seperti keledai adalah
seorang lelaki bersenggama dengan perempuan di hadapan orang lain
(terbuka), sementara mereka tidak merasa jengah akan hal itu. Keadaan
ini sesungguhnya menggambarkan tidak adanya tata kaidah yang mengatur
perangai masyarakat. Pola hidup manusia layaknya binatang yang
mengutamakan nafsu liar daripada akal sehatnya. Nilai agama, moral dan
etika kehidupan sudah tidak diindahkan lagi.
Hemat penulis, ini tidak jauh berbeda dengan kondisi manusia sekarang
yang banyak terjadi pada masyarakat Barat. Mereka melakukan kontak
fisik dengan cara membuat klub atau kelompok tertentu. Semisal klub
telanjang atau klub tukar pasangan yang melakukan pesta seks di pantai,
kebun, taman atau fasilitas umum lainnya. Ini sebagai fakta bahwa
perilaku kemanusiaan akan kembali kepada watak kejahiliyahan, bahkan
lebih dahsyat daripada itu. Wallahu a’lam bis shawab.***
Risalah Sang Rosul Muhammad
Nabi Muhammad
Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam ( نبي محمد صلى الله عليه وسلم ) adalah
pesuruh Allah yang terakhir. Baginda adalah pembawa rahmat untuk
seluruh alam dan merupakan Rasulullah bagi seluruh umat di dunia. Sesungguhnya
Nabi Muhammad S.A.W merupakan satu anugerah dan kurniaan Allah SWT
kepada umat manusia untuk menunjukkan jalan yang lurus dan benar.
Baginda
bukan sahaja diangkat sebagai seorang rasul tetapi juga sebagai
khalifah, yang mengetuai angkatan tentera Islam, membawa perubahan
kepada umat manusia, mengajarkan tentang erti persaudaraan, akhlak dan
erti kehidupan yang segalanya hanya kerana Allah SWT.
Nabi
Muhammad dilahirkan di Mekah dan kembali ke rahmatullah di Madinah.
Nabi Muhammad S.A.W merupakan Rasul dan Nabi terakhir bagi umat manusia
dan seluruh alam. Nabi Muhammad merupakan pelengkap ajaran Islam. Beliau
juga digelar Al Amin (الأمين) yang bermaksud 'yang terpuji'.
BIODATA RASULULLAH S.A.W:
1. Nama: Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
2. Tarikh lahir: Subuh Isnin, 12 Rabiulawal / 20 April 571M (dikenali sebagai tahun gajah; sempena peristiwa tentera bergajah Abrahah yangmenyerang kota Mekah)
3. Tempat lahir: Di rumah Abu Talib, Makkah Al-Mukarramah
4. Nama bapa: ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
5. Nama ibu: Aminah binti Wahab bin ‘Abdul Manaf
6. Pengasuh pertama: Barakah Al-Habsyiyyah (digelar Ummu Aiman. Hamba perempuan bapa Rasulullah SAW)
7. Ibu susu pertama: Thuwaibah (hamba perempuan Abu Lahab)
8. Ibu susu kedua: Halimah binti Abu Zuaib As-Sa’diah (lebih dikenali Halimah As-Sa’diah. Suaminya bernama Abu Kabsyah)
SEJARAH RINGKAS RASULULLAH S.A.W:
USIA 5 TAHUN
* Peristiwa pembelahan dada Rasulullah SAW yang dilakukan oleh dua malaikat untuk mengeluarkan bahagian syaitan yang wujud di
dalamnya.
USIA 6 TAHUN
* Ibunya Aminah binti Wahab ditimpa sakit dan meninggal dunia di Al-Abwa’ (sebuah kampung yang terletak di antara Mekah dan Madinah)
* Baginda dipelihara oleh Ummu Aiman (hamba perempuan bapa Rasulullah SAW) dan dibiayai oleh datuknya ‘Abdul Muttalib.
USIA 8 TAHUN
* Datuknya, ‘Abdul Muttalib pula meninggal dunia.
* Baginda dipelihara pula oleh bapa saudaranya, Abu Talib.
USIA 9 TAHUN (Setengah riwayat mengatakan pada usia 12 tahun).
* Bersama bapa saudaranya, Abu Talib bermusafir ke Syam atas urusan perniagaan.
* Di kota Busra, negeri Syam, seorang pendita Nasrani bernama Bahira (Buhaira) telah bertemu ketua-ketua rombongan untuk menceritakan tentang pengutusan seorang nabi di kalangan bangsa Arab yang akan lahir pada masa itu.
USIA 20 TAHUN
* Terlibat dalam peperangan Fijar. Ibnu Hisyam di dalam kitab ‘Sirah’ , jilid 1, halaman 184-187 menyatakan pada ketika itu usia Muhammad SAW ialah 14 atau 15 tahun. Baginda menyertai peperangan itu beberapa hari dan berperanan mengumpulkan anak-anak panah sahaja.
* Menyaksikan ‘ perjanjian Al-Fudhul’; perjanjian damai untuk memberi pertolongan kepada orang yang dizalimi di Mekah.
USIA 25 TAHUN
* Bermusafir kali kedua ke Syam atas urusan perniagaan barangan Khadijah binti Khuwailid Al-Asadiyah.
* Perjalanan ke Syam ditemani oleh Maisarah; lelaki suruhan Khadijah..
* Baginda SAW bersama-sama Abu Talib dan beberapa orang bapa saudaranya yang lain pergi berjumpa Amru bin Asad (bapa saudara Khadijah) untuk meminang Khadijah yang berusia 40 tahun ketika itu.
* Mas kahwin baginda kepada Khadijah adalah sebanyak 500 dirham.
USIA 35 TAHUN
* Banjir besar melanda Mekah dan meruntuhkan dinding Ka’abah.
* Pembinaan semula Ka’abah dilakukan oleh pembesar-pembesar dan penduduk Mekah.
* Rasulullah SAW diberi kemuliaan untuk meletakkan ‘Hajarul-Aswad’ ke tempat asal dan sekaligus meredakan pertelingkahan berhubung perletakan batu tersebut.
USIA 40 TAHUN
* Menerima wahyu di gua Hira’ sebagai perlantikan menjadi Nabi dan Rasul akhir zaman.
USIA 53 TAHUN
* Berhijrah ke Madinah Al-Munawwarah dengan ditemani oleh Saidina Abu Bakar Al-Siddiq.
* Sampai ke Madinah pada tanggal 12 Rabiulawal/ 24 September 622M.
USIA 63 TAHUN
* Kewafatan Rasulullah SAW di Madinah Al-Munawwarah pada hari Isnin, 12 Rabiulawal tahun 11H/ 8 Jun 632M.
ISTERI-ISTERI RASULULLAH S.A.W
1. Khadijah Binti Khuwailid
2. Saudah Binti Zam’ah
3. Aisyah Binti Abu Bakar (anak Saidina Abu Bakar)
4. Hafsah binti ‘Umar (anak Saidina ‘Umar bin Al-Khattab)
5. Ummi Habibah Binti Abu Sufyan
6. Hindun Binti Umaiyah (digelar Ummi Salamah)
7. Zainab Binti Jahsy
8. Maimunah Binti Harith
9. Safiyah Binti Huyai bin Akhtab
10.Zainab Binti Khuzaimah (digelar ‘Ummu Al-Masakin’; Ibu Orang Miskin)
ANAK-ANAK RASULULLAH S.A.W
1. Qasim
2. Abdullah
3. Ibrahim
4. Zainab
5. Ruqaiyah
6. Ummi Kalthum
7. Fatimah Al-Zahra’
Nabi Muhammad s.a.w juga mendapatkan julukan Abu al-Qasim yang bererti "bapak Qasim", kerana Nabi Muhammad s.a.w pernah memiliki anak lelaki yang bernama Qasim iaitu anak baginda bersama Khadijah, tetapi ia meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.
KETELADANAN NABI MUHAMMAD SAW
Kalau ada pakaian yang koyak,
Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya.
Beliau juga memerah susu kambing
untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali pulang ke rumah,
bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan,
sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya
untuk membantu isterinya di dapur.
Sayidatina 'Aisyah menceritakan:
”Kalau Nabi berada di rumah,
beliau selalu membantu urusan rumahtangga.
Jika mendengar azan,
beliau cepat-cepat berangkat ke masjid,
dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sembahyang."
Pernah baginda pulang pada waktu pagi.
Tentulah baginda amat lapar waktu itu.
Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan.
Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina 'Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya,
"Belum ada sarapan ya Khumaira?"
(Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina 'Aisyah yang berarti 'Wahai yang kemerah-merahan')
Aisyah menjawab dengan agak serba salah,
"Belum ada apa-apa wahai Rasulullah."
Rasulullah lantas berkata,
”Kalau begitu aku puasa saja hari ini."
tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.
Pernah baginda bersabda,
"sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya."
Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda sebagai kepala keluarga.
Pada
suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat,
pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar
sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi
pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain.
Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu
langsung bertanya setelah selesai bersembahyang :
"Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?"
"Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar"
"Ya Rasulullah... mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh,
kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan?
Kami yakin engkau sedang sakit..."
desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya.
Para
sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti
sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar.
Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali
bergeraknya tubuh baginda.
"Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?"
Lalu baginda menjawab dengan lembut,
”Tidak
para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu.
Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai
pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?" "Biarlah kelaparan ini sebagai
hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di
dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak."
Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar bila kain rida'nya direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat
yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.
yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.
Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ketuanan.
Seolah-olah
anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih
dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam keseorangan.
Ketika pintu Syurga telah terbuka,
seluas-luasnya untuk baginda,
baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari,
terus-menerus beribadah,
hingga pernah baginda terjatuh,
lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.
Fisiknya sudah tidak mampu menanggung
kemahuan jiwanya yang tinggi.
Bila ditanya oleh Sayidatina 'Aisyah,
"Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?"
Jawab baginda dengan lunak,
"Ya 'Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur."
Rasulullah s. a. w. bersabda,
"Sampaikan pesanku walau sepotong ayat" Perbedaan Jin Setan Dan Iblis
Dalam kitab Ahkamul Qur’an karangan Qurthubi dijelaskan perbedaan pendapat Para ulama mengenai asal-usul Jin. :
Hasan al-Basri berpendapat : bahwa Jin keturan Iblis, seperti manusia keturunan Adam. Dari
dua kelompok ini ada yang beriman dan ada yang kafir, keduanya juga
berhak mendapatkan pahala dan siksaan dari Allah. Mereka yang beriman
dari keduanya adalah kekasih Allah dan mereka yang kafir adalah Setan.( blog misteri beda dunia )
Ibnu Abbas berpendapat : Jin adalah keeturunan Jann, mereka bukan setan, mereka bisa mati dan mereka ada yang beriman dan ada yang kafir. Sedangkan setan adalah anak Iblis mereka tidak akan mati kecuali bersama-sama Iblis.
Dalam tafsir surat An-Nas, Qatadah berkata : Sesungguhnya dari jin dan manusia terdapat setan-setan. Ini mirip dengan pendapat Hasan Basri di atas. Dalam surah Al-An’am (112) dikatakan “”Dan demikian lah Aku jadikan untuk setiap nabi musuh dari setan-setan manusia dan jin”.
( blog misteri beda dunia ) Dalam buku “Hayatul Hayawan al-Kubra” karangan Dumairi : semua jin adalah keturunan Iblis. Namun dikatakan juga bahwa Jin merupakan satu rumpun, sedangkan Iblis adalah satu dari mereka. Jin juga mempunyai keturunan,seperti dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Kahf (55) “Apakah kalian akan menjadikan mereka (jin) dan keturunanya sebagai kekasih selain Aku (Allah) padahal mereka adalah musuh kalian”. Mereka yang kafir dari kaum jin disebut setan.
Dalam kitab “Akaamu-l-Marjan fi Ahkamil Jan” karangan Syibli (hal. 6) disebutkan bahwa jin mencakup malaikat dan mahluk lainnya yang kasat mata. Sedangkan setan adalah jin yang durhaka dan kafir, mereka adalah anak-anak Iblis.
Jauhari berkata : Semua yang durhaka dan membangkang dari manusia, jin dan hewan disebut setan. Orang Arab menyebut ular sebagai setan. Yang terpenting bagi umat manusia adalah meyakini bahwa setan adalah musuh mereka dan selalu berusaha untuk menyesatkannya dan menjauhkannya dari jalan Allah. Kita dilarang menyembah atau menuruti kata setan.
( blog misteri beda dunia )
Dalam surah Yasin (60) dikatakan “Bukankah Aku(Allah) telah membuat perjanjian kepadamu hai bani Adam agar kalian tidak menyembah setan, mereka adalah musuh yang paling jelas”. Demkian juga dalam surah Fathir (6) “Sesungguhnya setan adalah musuh kalian maka jadikanlah mereka musuh”.. Dan banyak dalil-dalil yang mengingatkan kita agar hati-hati terhadap tipu daya dan rayuan setan ini.
Asal Peringatan Maulid Nabi Muhammad
Ada sebuah kisah yang cukup masyhur di negeri nusantara ini tentang
peristiwa pada saat menjelang Perang Salib. Ketika itu kekuatan kafir menyerang
negeri Muslimin dengan segala kekuatan dan peralatan perangnya. Demi melihat
kekuatan musuh tersebut, sang raja muslim waktu itu, Sholahuddin al-Ayyubi,
ingin mengobarkan semangat jihad kaum muslimin. Maka beliau membuat peringatan
maulid nabi. Dan itu adalah peringatan maulid nabi yang pertama kali dimuka
bumi.
Begitulah cerita yang berkembang sehingga yang dikenal oleh kaum Muslimin
bangsa ini, penggagas perayaan untuk memperingati kelahiran Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam ini adalah Imam Sholahuddin al Ayyubi. Akan tetapi
benarkah cerita ini? Kalau tidak, lalu siapa sebenarnya pencetus peringatan
malam maulid nabi? Dan bagaimana alur cerita sebenarnya?
Kedustaan Kisah Ini
Anggapan bahwa Imam Sholahuddin al Ayyubi adalah pencetus peringatan malam
maulid nabi adalah sebuah kedustaan yang sangat nyata. Tidak ada satu pun kitab
sejarah terpercaya –yang secara gamblang dan rinci menceritakan kehidupan Imam
Sholahuddin al Ayyubi- menyebutkan bahwa beliau lah yang pertama kali
memperingati malam maulid nabi.
Akan tetapi, para ulama ahli sejarah justru menyebutkan kebalikannya, bahwa
yang pertama kali memperingati malam maulid nabi adalah para raja dari Daulah
Ubaidiyyah, sebuah Negara (yang menganut keyakinan) Bathiniyyah
Qoromithoh meskipun mereka menamakan dirinya sebagai Daulah
Fathimiyyah.
Merekalah yang dikatakan oleh Imam al Ghozali: “Mereka adalah sebuah kaum
yang tampaknya sebagai orang Syiah Rafidhah padahal sebenarnya
mereka adalah orang-orang kafir murni.” Hal ini dikatakan oleh al Miqrizi dalam
al-Khuthoth: 1/280, al Qolqosyandi dalam Shubhul A’sya: 3/398, as Sandubi dalam
Tarikh Ihtifal Bil Maulid hal.69, Muhammad Bukhoit al Muthi’I dalam Ahsanul
Kalam hal.44, Ali Fikri dalam Muhadhorot beliau hal.84, Ali Mahfizh dalam al
‘Ibda’ hal.126.
Imam Ahmad bin Ali al Miqrizi berkata: “Para kholifah Fathimiyyah mempunyai
banyak perayaan setiap tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, perayaan hari
asyuro, perayaan maulid nabi, maulid Ali bin Abi Tholib, maulid Hasan, maulid
Husein, maupun maulid Fathimah az Zahro’, dan maulid kholifah. (Juga ada)
perayaan awal Rojab, awal Sya’ban, nisfhu Sya’ban, awal Romadhon, pertengahan
Romadhon, dan penutup Ramadhon…” [al Mawa’izh:1/490]
Kalau ada yang masih mempertanyakan: bukankah tidak hanya ulama yang
menyebutkan bahwa yang pertama kali membuat acara peringatan maulid nabi ini
adalah raja yang adil dan berilmu yaitu Raja Mudhoffar penguasa daerah Irbil?
Kami jawab: Ini adalah sebuah pendapat yang salah berdasarkan yang dinukil
oleh para ulama tadi. Sisi kesalahan lainnya adalah bahwa Imam Abu Syamah dalam
al Ba’its ‘Ala Inkaril Bida’ wal Hawadits hal.130 menyebutkan bahwa raja
Mudhoffar melakukan itu karena mengikuti Umar bin Muhammad al Mula, orang yang
pertama kali melakukannya. Hal ini juga disebutkan oleh Sibt Ibnu Jauzi dalam
Mir’atuz Zaman: 8/310. Umar al Mula ini adalah salah seorang pembesar sufi,
maka tidaklah mustahil kalau Syaikh Umar al Mula ini mengambilnya dari
orang-orang Ubaidiyyah.
Adapun klaim bahwa Raja Mudhoffar sebagai raja yang adil, maka urusan ini
kita serahkan kepada Allah akan kebenarannya. Namun, sebagian ahli sejarah yang
sezaman dengannya menyebutkan hal yang berbeda.
Yaqut al Hamawi dalam Mu’jamul Buldan 1/138 berkata: “Sifat raja ini banyak
kontradiktif, dia sering berbuat zalim, tidak memperhatikan rakyatnya, dan
senang mengambil harta mereka dengan cara yang tidak benar.” [lihat al Maurid
Fi ‘Amanil Maulid kar.al Fakihani – tahqiq Syaikh Ali- yang tercetak dalam
Rosa’il Fi Hukmil Ihtifal Bi Maulid an Nabawi: 1/8]
Alhasil, pengingatan maulid nabi pertama kali dirayakan oleh para raja Ubaidiyyah di Mesir. Dan mereka mulai menguasai Mesir pada tahun 362H. Lalu yang pertama kali merayakannya di Irak adalah Umar Muhammad al Mula oleh Raja Mudhoffar pada abad ketujuh dengan penuh kemewahan.
Alhasil, pengingatan maulid nabi pertama kali dirayakan oleh para raja Ubaidiyyah di Mesir. Dan mereka mulai menguasai Mesir pada tahun 362H. Lalu yang pertama kali merayakannya di Irak adalah Umar Muhammad al Mula oleh Raja Mudhoffar pada abad ketujuh dengan penuh kemewahan.
Para sejarawan banyak menceritakan kejadian itu, diantaranya al Hafizh Ibnu
Katsir dalam Bidayah wan Nihayah: 13/137 saat menyebutkan biografi Raja
Mudhoffar berkata: “Dia merayakan maulid nabi pada bulan Robi’ul Awal dengan
amat mewah. As Sibt berkata: “Sebagian orang yang hadir disana menceritakan
bahwa dalam hidangan Raja Mudhoffar disiapkan lima ribu daging panggang,
sepuluh ribu daging ayam, seratus ribu gelas susu, dan tiga puluh ribu piring
makanan ringan…”
Imam Ibnu Katsir juga berkata: “Perayaan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh
agama dan para tokoh sufi. Sang raja pun menjamu mereka, bahkan bagi orang sufi
ada acara khusus, yaitu bernyanyi dimulai waktu dzuhur hingga fajar, dan raja
pun ikut berjoget bersama mereka.”
Ibnu Kholikan dalam Wafayat A’yan 4/117-118 menceritakan: “Bila tiba awal
bulan Shofar, mereka menghiasi kubah-kubah dengan aneka hiasan yang indah dan
mewah. Pada setiap kubah ada sekumpulan penyanyi, ahli menunggang kuda, dan
pelawak. Pada hari-hari itu manusia libur kerja karena ingin bersenang-senang
ditempat tersebut bersama para penyanyi. Dan bila maulid kurang dua hari, raja
mengeluarkan unta, sapi, dan kambing yang tak terhitung jumlahnya, dengan
diiringi suara terompet dan nyanyian sampai tiba dilapangan.” Dan pada malam
mauled, raja mengadakan nyanyian setelah sholat magrib di benteng.”
Setelah penjelasan diatas, maka bagaimana dikatakan bahwa Imam Sholahuddin
al Ayyubi adalah penggagas maulid nabi, padahal fakta sejarah menyebutkan bahwa
beliau adalah seorang raja yang berupaya menghancurkan Negara Ubaidiyyah. [1]
Siapakah Gerangan Sholahuddin al Ayyubi [2]
Beliau adalah Sultan Agung Sholahuddin Abul Muzhoffar Yusuf bin Amir
Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Ya’qub ad Duwini. Beliau lahir di
Tkrit pada 532 H karena saat itu bapak beliau, Najmuddin, sedang menjadi
gubernur daerah Tikrit.
Beliau belajar kepada para ulama zamannya seperti Abu Thohir as Silafi, al
Faqih Ali bin Binti Abu Sa’id, Abu Thohir bin Auf, dan lainnya.
Nuruddin Zanki (raja pada saat itu) memerintah beliau untuk memimpin pasukan
perang untuk masuk Mesir yang saat itu di kuasai oleh Daulah Ubaidiyyah
sehingga beliau berhasil menghancurkan mereka dan menghapus Negara mereka dari
Mesir.
Setelah Raja Nuruddin Zanki wafat, beliau yang menggantikan kedudukannya.
Sejak menjadi raja beliau tidak lagi suka dengan kelezatan dunia. Beliau adalah
seorang yang punya semangat tinggi dalam jihad fi sabilillah, tidak pernah
didengar ada orang yang semisal beliau.
Perang dahsyat yang sangat monumental dalam kehidupan Sholahuddin al Ayyubi
adalah Perang Salib melawan kekuatan kafir salibis. Beliau berhasil memporak
porandakan kekuatan mereka, terutama ketika perang di daerah Hithin.
Muwaffaq Abdul Lathif berkata: “Saya pernah datang kepada Sholahuddin saat
beliau berada di Baitul Maqdis (Palestina, red), ternyata beliau adalah seorang
yang sangat dikagumi oleh semua yang memandangnya, dicintai oleh siapapun baik
orang dekat maupun jauh. Para panglima dan prajuritnya sangat berlomba-lomba
dalam beramal kebaikan. Saat pertama kali aku hadir di majelisnya, ternyata
majelis beliau penuh dengan para ulama, beliau banyak mendengarkan nasihat dari
mereka.”
Adz Dzahabi berkata: “Keutamaan Sholahuddin sangat banyak, khususnya dalam
masalah jihad. Beliau pun seorang yang sangat dermawan dalam hal memberikan
harta benda kepada para pasukan perangnya. Beliau mempunyai kecerdasan dan
kecermatan dalam berfikir, serta tekad yang kuat.”
Sholahuddin al Ayyubi wafat di Damaskus setelah subuh pada hari Rabu 27
Shofar 589 H. Masa pemerintahan beliau adalah 20 tahun lebih.
Sabtu, 21 Juni 2014
Asal Awal Maulid Nabi Muhammad
Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati
untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang
berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa,
yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun
1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap
Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat
perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam
terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu
khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun
hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi --orang Eropa menyebutnya Saladin,
seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin
memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub
--katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota
Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir
sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat
Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat
kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar
hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang
setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan
secara massal.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni
An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan
Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua
tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh
jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera
menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai
tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari
Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat
Islam.
Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan
seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran
agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin
kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang
menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga
tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan
Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan
sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan
bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk
mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah
Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji
sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada
peringatan Maulid Nabi.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah
keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi
rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi
Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh
Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Dia lahir di Madinah tahun
1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di
Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul 'Iqd
Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan
kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan
nama penulisnya.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu
membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib
bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada
tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa
Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
***
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau
Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai
kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat
syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid
Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan
Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang
ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum
menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang
"pengampunan" yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia
mengampuni).
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud.
Kata "gerebeg" artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar
keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi,
lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di
samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul
Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul
Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar
kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari
kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai
hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang
hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa
tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di
rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di
mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara
besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba' (kitab sejenis Barzanji). Bisa
juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan
kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan
puncaknya ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau
perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah
(bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan
seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan
umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan
Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering
membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syqfa'at kepadanya di
Hari Kiamat." Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan:
“Siapa yang menghormati hari lahir rasulullah sama artinya dengan
menghidupkan Islam!”
Langganan:
Komentar (Atom)